Jakarta, YukUpdate – Sebanyak 18 orang dievakuasi ke rumah sakit setelah menerima suntikan vaksin Sinovac di Hong Kong. Dilansir SCMP, beberapa orang itu melaporkan gejala ruam parah, pusing, hingga jantung berdebar-debar.
Insiden reaksi parah pertama dialami oleh seorang pria berusia 80 tahun. Ia berada dalam kondisi kritis setelah mendapat suntikan di lokasi Tin Shui Wai.
Setelah merasa tidak enak badan, dia mencari perawatan medis di Caritas Medical Center di Sham Shui Po. Di sana, dia dipindahkan ke unit perawatan intensif pada hari Sabtu.
Kemudian seorang Wanita 72 tahun lainnya dengan riwayat berbagai penyakit, termasuk diabetes, merasa tidak nyaman setelah menerima suntikan di sebuah pusat di Tseung Kwan O.
Dia kemudian dirawat di unit perawatan intensif di Rumah Sakit Prince of Wales di Sha Tin. Ia disebut mengalami masalah diabetes serius.
Dengan total sejauh ini 18 orang yang telah menghadapi perawatan medis pasca vaksin, angka ini menandakan bahwa ada kurang lebih 0,019% dari total warga menerima vaksin merasakan reaksi yang cukup berat. Hingga hari ini kota otonom China itu telah menyuntikkan 91.800 orang dengan vaksin yang juga digunakan RI itu.
Pemerintah Hong Kong mengaku akan secara teratur memperbarui informasi tentang vaksin. Data akan diberikan secara terbuka, transparan dan bertanggung jawab serta akan memantau program inokulasi ini untuk mengatasi masalah publik.
“Saya memahami bahwa beberapa orang mungkin khawatir karena kejadian seperti itu, tetapi kita harus selalu melihat keamanan vaksin berdasarkan bukti ilmiah. Kami mempercayai pendapat para ahli dan menyambut anggota masyarakat umum untuk mengungkapkan keraguan mereka,” kata Sekretaris Administrasi Hong Kong Matthew Cheung.
Sebelumnya, dua orang dikabarkan meninggal setelah divaksinasi selama seminggu terakhir dengan Sinovac. Namun penyebab kematian juga belum dikonfirmasi oleh panel ahli.
Sementara itu, Minggu, Hong Kong juga menyuntikkan vaksin merek lain yakni Pfizer-BioNTech. Total saat ini yang menerima suntikan Pfizer sebanyak 1,3 juta orang.
Sumber : CNBC