Denpasar, YukUpdate – Ganjaran hukuman berat akhirnya diterima Ni Ketut Artani. Mantan Sekretaris LPD Desa Adat Kekeran, Abiansemal, Badung, ini akhirnya diganjar dengan hukuman pidana selama 3 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Bahkan tak hanya hukuman pidana, Majelis hakim yang diketuai Angeliky Handajani Day juga mengganjar hukuman denda bagi wanita yang merangkap sebagai kolektor ini sebesar Rp 50 juta, serta mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp 574.372.000.
Selanjutnya, apabila terdakwa tidak membayar dalam jangka waktu sebulan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Dan bila terdakwa tidak mampu membayar, maka diganti pidana penjara selama enam bulan.
Hukuman berat bagi Terdakwa Ketut Artani, salah satu pertimbangannya karena terdakwa tidak mengembalikan uang kerugian negara yang sudah dinikmati.
“Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ni Ketut Artani dengan pidana penjara selama tiga tahun,” tegas Hakim Angeliky dalam sidang virtual di Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat (5/2).
Sesuai amar putusan, Majelis hakim menilai, perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang Undang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, usai membacakan amar putusan, Majelis hakim kemudian memberikan kesempatan bagi terdakwa dan tim kuasa hukumnya untuk menanggapi putusan/vonis.
Menanggapi putusan hakim, Artani yang didampingi lima orang penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir. “Yang Mulia, kami pikir-pikir,” ujar salah satu pengacara terdakwa.
Hal yang sama disampaikan Kasi Pidsus Kejari Badung Dewa Arya Lanang Raharja. Hakim memberikan waktu tujuh hari kepada kedua pihak untuk menentukan sikap.
Seperti diketahui, kasus korupsi di LPD Desa Adat Kekeran terungkap saat digelar Paruman Agung atas laporan pertanggungjawaban (Lpj) pengurus LPD periode 1 Januari 2016 – 31 Mei 2017.
Saat penyampaian LPJ, krama atau warga Desa Adat Kekeran menolak laporan yang dibuat terdakwa Artani bersama mantan ketua LPD periode 1997-2017, I Wayan Suamba dan Bendahara LPD I Made Winda Widana (terdakwa dalam berkas terpisah dan dituntut masing-masing selama 1,5 tahun penjara dalam kasus sama)
Masyarakat menolak lantaran laporan tersebut tidak ditandatangani seluruh pengurus LPD dan Ketua Badan Pengawas periode sebelumnya, yaitu Ida Bagus Made Widnyana.
Sementara bendesa adat yang baru, I Made Wardana meminta I Gusti Komang Pernawa Pandit membuat sistem komputerisasi terkait administrasi LPD.
Di luar dugaan, Pandit menemukan selisih atau ketimpangan antara neraca yang dibuat menggunakan aplikasi komputer dengan pencatatan neraca secara manual.
Ketimpangan tersebut meliputi tabungan, kredit, deposito, dan kas bank. Buku tabungan yang dipegang oleh nasabah berbeda jumlahnya dengan kartu primanota yang ada di LPD.
Nominal pada buku tabungan yang dipegang nasabah rata-rata lebih besar daripada kartu primanota LPD.
Sementara pada kredit ditemukan pemberian kredit tidak sesuai prosedur, baik dari administrasi, jaminan, dan tandatangan.
Selain itu, adanya kredit fiktif, di mana ada nama nasabah yang tertera dalam daftar pinjaman di LPD. Namun saat dilakukan pengecekan lapangan ternyata yang bersangkutan tidak pernah mengajukan kredit.
Usut punya usut uang LPD ternyata diselewengkan oleh ketiga terdakwa. Modusnya, para terdakwa mengambil uang dengan cara membuat kredit fiktif.
Sumber : Radarbali