Jakarta, YukUpdate – Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel. Tak hanya Nurdin Abdullah, KPK juga menetapkan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (Sekdis PU) Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa intensif Nurdin Abdullah dan lima orang lainnya yang dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (26/2/2021) malam.
“Berdasarkan keterangan para saksi dan bukti yang cukup maka KPK berkeyakinan bahwa tersangka dalam perkara ini sebanyak tiga orang, pertama sebagai penerima yaitu saudara NA (Nurdin Abdullah) dan saudara ER (Edy Rahmat) dan sebagai pemberi adalah saudara AS (Agung Sucipto),” kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (28/2/2021) dini hari.
Firli memaparkan, Agung Sucipto yang merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba yang telah lama kenal baik dengan Nurdin Abdullah berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan tahun anggaran 2021. Apalagi, Agung sebelumnya telah mengerjakan beberapa proyek di Sulsel. Atas keinginannya itu, sejak Februari 2021, telah terjalin komunikasi aktif antara Agung dengan Edy Rahmat sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan Nurdin Abdullah untuk memastikan agar Agung bisa mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya di tahun 2021.
“Dalam beberapa komunikasi tersebut, diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung Sucipto,” kata Firli.
Pada Februari 2021, ketika sedang berada di Bulukumba, Nurdin bertemu dengan Edy Rahmat dan juga Agung yang telah mendapatkan proyek pekerjaan Wisata Bira. Dalam pertemuan itu, Nurdin menyampaikan pada Edy Rahmat bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali dikerjakan oleh Agung. Nurdin yang memberikan persetujuan kemudian memerintahkan Edy untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022. Pada akhir Februari 2021, kata Firli, ketika Edy bertemu dengan Nurdin disampaikan bahwa fee proyek yang dikerjakan Agungs di Bulukumba sudah diberikan kepada pihak lain. Saat itu Nurdin mengatakan yang penting operasional kegiatan tetap bisa dibantu oleh Agung.
“AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp 2 miliar kepada Nurdin melalui ER,” tutur Firli.
Selain suap dari Agung Sucipto, Nurdin Abdullah juga diduga menerima uang dari kontraktor lain. Beberapa di antaranya pada akhir tahun 2020, Nurdin menerima uang sebesar Rp 200 juta dan pertengahan Februari 2021, Nurdin melalui ajudannya, Samsul Bahri menerima uang Rp 1 miliar.
“Awal Februari 2021, NA melalui SB (Samsul Bahri) menerima uang Rp 2,2 miliar,” kata Firli.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan Agung Sucipto yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sumber: BeritaSatu.com