Tuesday , October 15 2024
Breaking News
Home / Ekonomi Bisnis / Pajak Mobil Baru 0%, Siapa yang Paling Diuntungkan?
Pajak Mobil Baru 0%, Siapa yang Paling Diuntungkan?

Pajak Mobil Baru 0%, Siapa yang Paling Diuntungkan?

Jakarta, YukUpdate- Pemerintah memutuskan untuk memberikan insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atau pajak 0%. Insentif tersebut terbagi menjadi tiga tahap yang akan dievaluasi per tiga bulan. Untuk tiga bulan pertama dari Maret-Mei 2021, insentif yang akan dikenakan sebesar 100% atau berlaku pajak PPnBM 0%. Pada periode tiga bulan kedua besaran insentif hanya 50% dan terakhir 25%.

Namun tidak semua jenis mobil dikenakan insentif ini. Ada beberapa kriteria mobil yang mendapat insentif tersebut yakni kapasitas mesin kurang dari 1.500 cc, komponen lokal minimal 70% serta buatan Indonesia atau Completely Knock Down (CKD), dan bukan Completely Built Up (CBU) serta Sedan dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc.

Menggunakan kriteria tersebut, mobil-mobil yang mendapatkan insentif ini bisa dibilang adalah mobil sejuta umat karena yang sesuai syarat adalah mobil dengan merek terkenal dan memiliki volume penjualan serta pangsa pasar yang besar.

Beberapa mobil yang masuk kategori tersebut adalah Daihatsu Ayla, Toyota Agya, Honda Brio Satya dari jenis Low Cost Green Car (LCGC), kemudian Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, Honda Mobilio, Mitsubishi Xpander dari jenis Low Multi Purpose Vehicle (MPV) serta Daihatsu Terios, Toyota Rush, Mitsubishi Xpander Cross dari jenis Low Sport Utility Vehicle (SUV).

Tujuan utama pemberian insentif PPnBM ini tak lain dan tak bukan adalah untuk menciptakan permintaan. Saat ekonomi Indonesia jatuh ke jurang resesi untuk pertama kalinya sejak krisis moneter tahun 1998, volume penjualan mobil baik wholesales (pabrik ke dealer) dan ritel (dealer ke konsumen) anjlok lebih dari 40% (yoy).

Pembatasan mobilitas publik di saat PSBB dilaksanakan membuat kunjungan ke dealer oleh konsumen drop. Daya beli yang terganggu juga menjadi faktor pemicu anjloknya penjualan mobil.

Padahal industri otomotif merupakan industri yang memiliki peranan sentral dalam perekonomian. Industri ini termasuk ke dalam golongan industri pengolahan yang berkontribusi hampir 20% dari output perekonomian (PDB) Indonesia serta menyerap kurang lebih 1,5 juta tenaga kerja. 

Insenstif PPnBM akan berdampak pada penurunan harga jual mobil. Harga yang turun diharapkan bisa menstimulasi permintaan. Pemulihan permintaan nantinya akan berdampak pada peningkatan kinerja sektor otomotif dan pendukungnya sehingga bisa mendongkrak output. 

Namun seberapa besar insentif PPnBM ini akan berpengaruh ke harga? Jawabannya tergantung jenis mobilnya!

Selama ini untuk mobil jenis LCGC dikenakan PPnBM sebesar 3% (Oktober 2021), mini bus dengan kapasitas mesin di bawah 1500 cc dikenakan 10%, sedangkan Sedan di bawah 1.500cc terkena 30%. 

Tiga jenis mobil inilah yang akan mendapat insentif PPnBM. Jika harga Honda Brio S (LCGC) saat ini dipatok di Rp 149 juta per unit, maka harganya bisa terdiskon hampir Rp 4,5 juta menjadi Rp 144,5 juta. 

Kemudian untuk jenis kedua yakni MPV, harga satu unit mobil Toyota Avanza seri 1.3E MT dengan 1329 Cc yang saat ini memiliki banderol Rp 202,7 juta. Dengan insentif PPnBM 10% maka diskon harganya sebesar Rp 20,27 juta. Dengan begitu konsumen hanya perlu membayar Rp 182,43 juta. 

Sementara untuk jenis sedan misalnya Toyota New Vios dengan kapasitas cc 1.496. Apabila harga satu unitnya mencapai Rp 312 juta, setelah insentif PPnBM harganya turun menjadi Rp 218,4 juta per unit.

Kalau dilihat-lihat harganya memang menjadi lebih murah. Namun seberapa besar insentif PPnBM ini terhadap kenaikan permintaan mobil? 

Apabila mengacu pada data GAIKINDO tahun 2020, pangsa pasar mobil yang terkena skema insentif PPnBM mencapai 62,7% dari total penjualan ritel atau sebanyak 362.884 unit. Tentu saja ini pangsa pasar yang besar. 

Insentif PPnBM memang menjadi salah satu opsi untuk menstimulasi permintaan kendaraan roda empat. Maklum kurang lebih 40-45% dari harga mobil on the road (OTR) masuk ke kantong negara dengan rincian 10% untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPnBM 10-125%, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 2% dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar 12,5%. 

Hanya saja tingkat efektivitas kebijakan fiskal ini akan sangat tergantung pada faktor lain. Sebagai barang mewah, pembelian mobil tidak dilakukan secara cash, melainkan kredit. Oleh karena itu tingkat suku bunga kredit kendaraan bermotor juga akan sangat berpengaruh. 

Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral sudah memangkas suku bunga acuan sebesar 125 basis poin (bps). Suku bunga kredit bank pun berangsur turun. Namun penurunannya belum se-agresif suku bunga acuan karena ada periode (lag time) transmisi kebijakan moneter. 

Di sisi lain pembelian mobil juga mewajibkan konsumen membayar biaya di muka atau down payment (DP). Nilai atau besaran DP mobil pun beragam tergantung jenisnya. Misal untuk DP mobil Avanza harganya dipatok di Rp 202 juta per unit.

Untuk membeli mobil tersebut melalui kredit maka konsumen harus membayar DP di kisaran Rp 40 juta atau setara dengan 20% dari harga OTR mobil. Apabila konsumen memilih tenor paling panjang yaitu 5 tahun (60 bulan) maka cicilan per bulannya mencapai Rp 3,85 juta. 

Hanya saja untuk pembayaran pertama selain DP juga dikenakan booking fee. Sehingga secara total, konsumen harus membayar Rp 64,9 juta (DP, booking fee, cicilan pertama dan asuransi). 

Menggunakan simulasi tersebut maka harga mobil yang diperoleh konsumen secara total mencapai Rp 292 juta per unit (setelah melunasi 5 tahun) atau 45% dari harga OTR cash. Tentu saja ini merupakan perhitungan kasar tanpa mempertimbangkan faktor seperti inflasi.

Pemerintah juga membuat manuver lain untuk menyelamatkan sektor otomotif Tanah Air. Menteri Koordinator Airlangga Hartarto menyampaikan usulan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar DP bisa nol persen. 

Bayangkan saja jika DP nol persen dikenakan untuk pembelian mobil baru, maka harga jualnya semakin terdiskon sampai 30% setelah dipotong dengan insentif dari PPnBM. Namun DP nol persen juga perlu dipertimbangkan secara cermat aspek prudensialnya. 

Well, pada akhirnya apakah kebijakan ini akan efektif mendongkrak permintaan sangat tergantung pada keterjangkauan harga mobil baru itu sendiri. Keterjangkauan ini tentu sangat sensitif terhadap kenaikan upah atau pendapatan, inflasi serta bunga yang dikenakan. 

Ketika terjadi kenaikan suku bunga kredit akibat naiknya suku bunga acuan di tahun 2018 dan 2019, penjualan mobil baik wholesales maupun ritel mengalami penurunan.

Insentif PPnBM memang harus didukung oleh skema tambahan, tapi aspek kehati-hatian sangat penting, jangan sampai menutup masalah di sektor riil dengan membangkitkan masalah baru di sektor keuangan. Pada akhirnya bila diterapkan dengan kehati-hatian maka yang diuntungkan bukan hanya para produsen mobil tapi juga konsumen, bahkan pemerintah karena ekonomi bisa lebih bergeliat dan sektor ketanagakerjaan bisa dijaga di tengah pandemi.

Sumber : CNBC

loading...
https://thebalidestiny.com/car

Check Also

iPhone Mendadak Laku Keras di China Jelang Rilis iPhone 16

Jakarta, YukUpdate – Penjualan smartphone asing, termasuk iPhone, di China meningkat 2,7% pada Juli 2024 secara …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Eitss ga bole copas lho !!