Jakarta, YukUpdate – Industri sepeda bangkit luar biasa pada tahun 2020 lalu. Sejumlah pabrikan mendapatkan berkah besar, utamanya dari segi penjualan yang meningkat berkali-kali lipat.
Ketua Forum Industri dan Pengusaha Sepeda Indonesia (FIPSINDO) Eko Wibowo menyebut peningkatan penjualan tahun lalu mencapai dua kali lipat, bahkan lebih dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Secara persentase, tahun 2019 dalam setahun bisa dicapai dalam 5 bulan tahun 2020, makanya ada kelipatan (di 2020) dari 2019 bisa tercapai 2x lipat,” katanya, Selasa (5/1/21).
Eko menyebut produksi efektif pabrikan sepeda dalam setahun berlangsung selama 10 bulan, karena beberapa waktu tertentu ada momen libur sehingga pabrikan pun ikut berhenti produksi. Namun, ketika sudah kembali masuk, peningkatan produksinya pun berkali-kali lipat. Misalnya beberapa pabrikan sepeda besar, mulai dari Pacific, United hingga Polygon.
“Produksi lokal bisa kita prediksi, kayak pabrik besar United, Pacific, range normal sekitar 500-600 ribu unit per tahun. Polygon 400 ribuan, Element sekitar 300 ribuan, normalnya segitu. Sementara 2020 mereka udah genjot (produksi) maksimum, kira-kira pabrik besar Pacific dapat 750 ribu unit setahun dari average per bulan. Sama juga United maksimum segitu, Element udah nguber 400 ribu,” kata Eko.
Demi memenuhi kebutuhan pasar yang kian besar, pabrikan harus beradaptasi dengan meningkatkan kapasitas produksi. Tidak kalah, pabrikan kecil pun mengambil langkah serupa.
Meski tidak memiliki peralatan dan teknologi seperti pabrikan besar, bisnis yang tergolong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga ikut bergeliat. Mereka ikut mengambil ‘kue’ dengan memproduksi lebih kecil dari angka produksi pabrikan besar di atas.
Di balik itu, nyatanya produk impor juga seakan tidak bisa terbendung. Keduanya, baik sepeda lokal maupun impor bersaing keras dalam mengambil hati masyarakat. Angka penjualan antara keduanya pun tidak jauh berbeda, meski memang ada kecenderungan penjualan impor cukup menguasai.
“Impor lebih besar bisa makan sekitar Rp 3 jutaan-4 jutaan, jadi range sekitar 6 jutaan. Normalnya gitu. Tahun lalu lebih besar,” jelas Eko.
Dengan potensi pasar sebesar itu, untuk urusan sparepart atau komponen, ternyata Indonesia belum mampu memproduksinya sendiri. Selama ini, masyarakat Indonesia otomatis menggunakan sparepart dari impor.
Pabrikan besar seperti Polygon, United, Pacific belum memiliki pabrik yang khusus membuat spare part secara dominan. Memang ada yang diproduksi, namun masih sangat sedikit. Alhasil, demi memenuhi sebagian besar spare part, Indonesia masih harus tetap mengimpor produknya.
“Sepeda sebagian besar impor komponennya, yang bisa dari produk lokal ban dan frame. Yang lainnya masih impor,” kata Eko
Kedua komponen itu memang menjadi bagian utama dari sebuah sepeda. Namun, untuk komponen yang tergolong berukuran kecil, pabrikan belum berani untuk memproduksinya.
Pasalnya, ketika industri sepeda belum bergeliat seperti saat ini, permintaan spare part masih sangat minim. Alhasil, belum ada yang berani memproduksi spare part secara keseluruhan.
“Jari-jari aja masih impor, rantai aja masih impor karena belum ada yang bikin. Andai kata ada yang bikin, kalau nilai ekonomi belum besar harganya mahal, jadi tantangan kan,” sebut Eko.
Ketika pasarnya kian menggeliat, bisnis lain coba melirik dan masuk ke industri sepeda. Ia mengungkapkan bahwa industri sepeda motor juga tertarik. Pasar sepeda motor memang drop parah terkena dampak pandemi covid-19, yang tahun lalu diproyeksikan hanya 3,7 juta unit.
“Ada banyak permintaan dari beberapa produsen komponen motor yang pasarnya mulai turun tahun lalu, mereka mau mengalihkan ke produsen komponen sepeda, ini peluang buat mereka untuk men-supply komponen sepeda yang ada,” katanya.
Beberapa pabrikan sepeda motor itu memang perlu berputar otak untuk mencari peluang anyar di tengah industri yang menurun. Mencoba untuk bergelut di industri sepeda menjadi salah satu opsi.
“Ada sekitar 2-3 pabrikan lah yang udah bicara, hanya saja kemarin karena terpotong libur akhir tahun jadi masih terus dibicarakan. Mungkin rencana tahun 2021 ini sudah akan produksi spare part. Kita jalan sama-sama gimana kembangin ini, karena kalau guidance-nya nggak ada, mereka bingung mau kembangin apa,” sebut Eko.