Jakarta, YukUpdate – Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan kebijakan pengenaan bea meterai sebesar Rp10 ribu per dokumen elektronik pada transaksi surat berharga di Bursa Efek Indonesia (BEI) tak akan diterapkan mulai 1 Januari 2021. Sebab, meterai elektronik dan infrastruktur pendukung kebijakan ini belum juga rampung sampai saat ini.
“Meterai elektroniknya belum ada dan kami sedang lakukan persiapan infrastruktur, perlu buat dulu bentuknya, distribusinya, dan penjualannya. Jadi belum tentu berlaku per 1 Januari 2021,” ungkap Ani, sapaan akrabnya, saat konferensi pers virtual APBN KiTA edisi Desember 2020, Senin (21/12).
Kendati begitu, kebijakan ini akan tetap diberlakukan nantinya. Hal ini karena pemerintah ingin memberikan kesetaraan pengenaan bea meterai bagi dokumen fisik konvensional dan elektronik pada setiap transaksi.
Namun, ia meminta masyarakat tidak khawatir dengan rencana kebijakan ini. Sebab, pengenaan bea meterai sejatinya merupakan pajak atas dokumen atau keperdataan transaksi, namun bukan pajak atas transaksinya.
“Yang muncul saat ini seolah-olah setiap transaksi saham akan dikenakan bea meterai, padahal ini adalah pajak atas dokumen saja,” jelasnya.
Pengenaan biaya bea meterai, sambung Ani, hanya akan berlaku untuk dokumen transaksi yang diterbitkan secara periodik dari total keseluruhan transaksi alias harian.
“Jadi bea meterai ini tidak dikenakan per transaksi seperti yang muncul di media sosial,” tekannya.
Lebih lanjut, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menekankan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan menerapkan kebijakan ini dengan mempertimbangkan batas kewajaran nilai.
Di sisi lain, Ani meyakini kebijakan ini tidak akan menggerus minat generasi muda alias milenial yang tengah meningkat untuk berinvestasi. Sebab, pemerintah tetap mendukung inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan di dalam negeri.
“Jadi kami tidak berkeinginan menghilangkan minat tumbuhnya para investor yang akan terus melakukan investasi di berbagai surat berharga,” tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan BEI Valentina Simon menyatakan bakal menerapkan kewajiban bea meterai Rp10 ribu per dokumen elektronik atas transaksi surat berharga di bursa saham mulai 1 Januari 2021.
“Setiap Trade Confirmation (TC) tanpa batasan nilai nominal yang diterima investor sebagai dokumen transaksi surat berharga akan dikenakan bea meterai sebesar Rp10.000,- per dokumen,” imbuh Valentina.
Kendati begitu, rencana kebijakan ini mendapat penolakan dari investor. Penolakan disuarakan dengan membuat petisi melalui platformchange.org. Sejauh ini, ada dua petisi penolakan bea meterai Rp10 ribu tersebut.
Petisi pertama dibuat Farissi Frisky, yang sudah ditandatangani oleh 7.277 orang per Senin (20/12) pagi. Petisi tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan BEI.
Petisi penolakan bea materai Rp10 ribu untuk transaksi saham lainnya dibuat oleh Inan Sulaiman, yang berjudul ‘Evaluasi Bea Meterai Untuk Pasar Saham!’ telah ditandatangani oleh 4.737 orang.
“Sebagai investor ritel yang bermodal sedikit. Tentunya biaya meterai sangat memberatkan kami,” tulis Inan dalam petisinya