akarta – Profesor riset dan peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melayangkan mosi tidak percaya terhadap Ketua LIPI Laksana Tri Handoko. Handoko menilai tak semestinya ada gerakan tersebut.
“Dalam konteks di atas, gerakan dan manuver dari sebagian kecil peneliti senior dan pensiunan peneliti LIPI tidak sepatutnya dilakukan,” ucap Handoko lewat pesan singkat, Kamis (28/2/2019).
Dia menegaskan LIPI merupakan lembaga akademis yang menjunjung tinggi kebebasan akademis berdasarkan etika ilmiah. Namun di sisi lain, LIPI juga lembaga eksekutif pemerintahan yang mengacu pada regulasi dan etika ASN bagi civitas di dalamnya.
Menurut Handoko, sebaiknya seluruh pihak menunggu hasil kerja Tim Penyelaras yang sudah dibentuk KemenPAN-RB dan Kemenristekdikti. Dia mengatakan bila ada bagian dari eksekusi yang perlu diperbaiki semestinya segera dicari solusinya.
Salah satu alasan dilayangkannya mosi tidak percaya yakni Handoko dinilai mengingkari kesepakatan untuk menghentikan sementara reorganisasi di LIPI. Handoko mengatakan reorganisasi sebagai produk hukum yang telah melalui proses panjang sehingga tak bisa dianulir dengan mudahnya.
Handoko juga mengatakan reorganisasi dilakukan untuk perbaikan di tubuh LIPI. Dia tidak sepakat bila reorganisasi membuat kinerja LIPI menurun.
“Reorganisasi ditujukan untuk meningkatkan tata kelola, produktifitas dan kinerja LIPI di bidang litbang. Selain untuk menyesuaikan tata kelola sesuai dengan regulasi terkini. Dengan proses reorganisasi yang baru berjalan beberapa minggu bagaimana mungkin membuat layanan dan reputasi LIPI merosot,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, profesor riset dan peneliti utama LIPI melayangkan mosi tidak percaya terhadap Handoko. Mereka menilai Handoko mengingkari kesepakatan tentang pengkajian ulang kebijakan reorganisasi.
“Kepala LIPI ternyata tidak menepati janji untuk menghentikan reorganisasi dan redistribusi sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil oleh kedua belah pihak dan imbauan tersebut,” kata perwakilan profesor dan peneliti LIPI, Hermawan Sulistyo, di gedung Widya Graha lantai 7, LIPI, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Hermawan mengatakan ada sembilan alasan lain yang melatarbelakangi munculnya mosi tidak percaya tersebut. Profesor dan peneliti menilai saat ini sistem dan tata kelola internal LIPI telah rusak, pelayanan publik LIPI juga merosot, dan reputasi LIPI sebagai pemegang otoritas keilmuan hancur.
Atas berbagai alasan tersebut, para profesor dan peneliti LIPI menyatakan tak percaya pada kepemimpinan Handoko. Karena itu, mereka mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberhentikan Handoko.
Diberitakan sebelumnya, Handoko memang menandatangani kesepakatan bersama profesor dan peneliti tentang pengkajian ulang kebijakan reorganisasi LIPI. Dalam kesepakatan itu, terdapat 5 poin tuntutan para profesor dan peneliti utama LIPI.
Handoko bersedia menandatangani dengan catatan poin 1 dan poin 5 dalam kesepakatan itu dikaji lebih dulu. Berikut ini 5 tuntutan para peneliti yang ditandatangani Handoko pada 8 Februari 2019 ini:
1. Menghentikan sementara (moratorium) kebijakan reorganisasi LIPI
2. Membentuk Tim Evaluasi Reorganisasi LIPI yang beranggotakan perwakilan dari masing-masing kedeputian
3. Mengkaji ulang kebijakan reorganisasi LIPI dengan melibatkan seluruh civitas LIPI secara inklusif, partisipatif, dan humanis
4. Merumuskan visi, rencana strategis, dan peta jalan (road map) LIPI dengan tahapan yang terukur dan jelas
5. Selama proses pengkajian ulang berlangsung, maka tata kelola LIPI dikembalikan pada struktur sesuai dengan Perka LIPI No 1/2014.
Seusai pertemuan, Handoko menjelaskan alasannya yang sempat tidak mau menandatangani 5 tuntutan dari peneliti LIPI tersebut karena poin 1 dan 5 berbenturan dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2018.
“Jadi memang kalau reorganisasi itu sebenarnya bukan hanya saya prosesnya. Jadi yang jelas proses itu melibatkan banyak pihak khususnya KemenPAN-RB. Kedua, memang kita ada proses pemindahan pusat yang standardisasi nasional. Itu kalau kita pakai kan itu gugur padahal sesuai perpres itu harus sudah dipindah, jadi tak mungkin, kasihan juga yang sudah ke sana, itu amanah Perpres Nomor 4 Tahun 2018,” paparnya.
Sumber : Detik.com