YukUpdate – Hari Jumat (27/11/2020), diperingati sebagai Black Friday. Setiap tahunnya, peringatan Black Friday dilakukan setiap Jumat terakhir pada bulan November. Tahun lalu, Black Friday jatuh pada 29 November 2019. Black Friday biasanya identik dengan sejumlah promo dan diskon dari berbagai macam produk, terutama yang terpajang di e-commerce.
Melansir Huffpost, 17 November 2020, Black Friday merupakan istilah tidak resmi untuk hari Jumat setelah perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat. Sejak 1952, sehari setelah Thanksgiving dianggap sebagai awal musim belanja Natal di Amerika Serikat. Banyak toko menawarkan promosi pada Black Friday. Bahkan, sejumlah toko mengadakan diskon tengah malam atau mulai berjualan pada hari Thanksgiving. Black Friday bukan merupakan hari libur resmi, tetapi California dan beberapa negara bagian lain memperingati “The Day After Thanksgiving” sebagai hari libur bagi pegawai pemerintah negara bagian.
Asal-usul Black Friday Jika suatu hari diawali dengan istilah “Black/hitam”, biasanya merupakan indikasi bahwa itu adalah hari yang sangat buruk. Black Friday pun memiliki konotasi yang sama. Istilah Black Friday ini muncul pada 1869 dan saat itu tidak ada hubungannya dengan belanja Natal. Hari itu adalah hari di mana harga emas anjlok yang menyebabkan kehancuran pasar. Efeknya terjadi selama bertahun-tahun terhadap perekonomian Amerika Serikat. Penyebutan Black Friday kembali kembali muncul medio 1950 hingga 1960-an di Philadelphia.
“Departemen Kepolisian Philadelphia menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan kemacetan lalu lintas dan kerumunan toko ritel di pusat kota yang padat,” ujar perancang kostum dan penulis “How to Win at Shopping”, David Zyla. Menurut dia, istilah itu pertama kali muncul dalam sebuah iklan yang dimuat The American Philatelist edisi 1966, sebuah majalah untuk kolektor perangko. Adapun kutipannya sebagai berikut: “‘Black Friday’ adalah nama yang diberikan oleh Departemen Kepolisian Philadelphia untuk hari Jumat setelah Hari Thanksgiving. Ini bukan istilah ‘menggembirakan’ untuk mereka.
‘Black Friday’ secara resmi membuka musim belanja Natal di pusat kota, dan biasanya membawa banyak kemacetan lalu lintas dan trotoar yang terlalu padat karena toko-toko di pusat kota dikerumuni dari waktu buka hingga tutup”. Bukti lain menunjukkan bahwa istilah ini muncul dari polisi di Philadelphia. Seorang reporter senior yang bertugas di kepolisian, Joseph P Barrett, mengenang perannya dalam penggunaan istilah “Black Friday”. Ia menuliskannya melalui sebuah artikel yang dipublikasi Philadelphia Inquirer pada 1994. Barret menuliskan, pada 1959, Evening Bulletin menugaskan Barrett ke bagian administrasi kepolisian, dan bekerja di Balai Kota. Reporter lainnya yang juga bertugas meliput kepolisian yaitu Nathan Kleger. Pada awal 1960, Kleger dan Barrett menuliskan berita pada halaman depan terkait Thanksgiving.
Mereka menggunakan istilah “Black Friday” untuk menggambarkan kondisi lalu lintas yang buruk. Hal ini membuat petugas polisi sibuk. Polisi tak bisa mengambil cuti kerja dan harus bekerja shift untuk mengendalikan kekacauan karena Black Friday. Dan akhirnya istilah tersebut terus digunakan. Pada 1961, para praktisi public relations berusaha mengubah persepsi publik tentang Black Friday.
Dilansir dari History, istilah Black Friday sudah tidak digunakan kembali pada 1985. Namun, pada akhir 1980-an, para pelaku bisnis menemukan cara untuk mengubah istilah Black Friday menjadi sesuatu yang mencerminkan hal positif. Dalam buletin industri, Public Relations News, penulis menggambarkan upaya seorang eksekutif PR terkenal untuk mengubah hari Black Friday menjadi “Big Friday”. Hal ini dilakukan untuk memperkuat reputasinya sebagai hari yang menyenangkan dan berbelanja bersama keluarga.
Black Friday saat ini Penjualan online selama Black Friday 2019 tercatat mencapai rekor 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 101,7 triliun atau naik sekitar 14 persen dari tahun sebelumnya. Oleh karena itu, Black Friday merupakan hari yang menyenangkan bagi para pedagang. Meski demikian, Black Friday juga mewakili sisi gelap konsumerisme AS. Selama bertahun-tahun, hiruk pikuk kerumunan yang bersaing untuk mendapatkan barang dagangan dengan potongan harga telah mengakibatkan aksi kekerasan hingga menimbulkan korban luka dan meninggal dunia. Pada situasi pandemi ini, situasi berubah. Mungkin tak ada lagi keriuhan orang berbelanja dan suasana lalu lintas yang padat karena orang-orang diminta tinggal di rumah dan menerapkan jarak sosial.
Sumber : Kompas