Jakarta, YukUpdate – Program restrukturisasi kredit akan diperpanjang ke tahun 2022. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, keringanan kredit ini sendiri diatur dalam POJK 11 tahun 2020.
Menurutnya, hal ini diputuskan sesuai dengan diskusi dengan pengusaha dan kalangan perbankan. Pada awalnya, program ini akan dilakukan hanya sampai tahun 2021.
“Kami kan keluarkan POJK 11 bagi nasabah yang terdampak COVID-19 masuk ke platform restructuring. Kita perkirakan satu tahun selesai, namun demikian dari hasil evaluasi dan diskusi seluruh pengusaha dan perbankan sepertinya perlu diperpanjang,” ujar Wimboh dalam webinar CEO Networking 2020, Selasa (24/11/2020).
“Maka kita perpanjang sampai tahun 2022, ditambah setahun lagi,” ungkapnya.
Meski diperpanjang, dia mengatakan bagi para nasabah yang mampu membayar kredit dipersilakan untuk mulai mengangsur.
“Perpanjangan ini silakan artinya kalau nasabah yang mempunyai uang dan bisa bertahan tanpa perpanjangan, silakan mengangsur. Yang jelas ini memberi ruang bagi perbankan dan lembaga keuangan memberi restrukturisasi bagi debitur lain,” ujar Wimboh.
Sementara itu, total restrukturisasi kredit yang sudah dilakukan hingga kini sudah mencapai Rp 932,2 triliun oleh perbankan. Lalu, Rp 181,3 triliun yang dilakukan lembaga keuangan non bank.
“Kalau restructuring sudah mencapai Rp 900 triliun, tepatnya itu Rp 932,2 triliun yang restructuring. Sementara itu, untuk lembaga keuangan non bank itu salurkan Rp 181,3 triliun,” ujar Wimboh.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit itu bermanfaat bagi pemulihan ekonomi. Sebab, pandemi yang menekan ekonomi tak kunjung usai, sehingga diperlukan upaya pemulihan.
“Restrukturisasi ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi nasabah atau debitur yang masih memiliki prospek usaha namun memerlukan waktu yang lebih panjang untuk bisa kembali normal namun tetap bisa memenuhi kewajibannya kepada bank,” ujar Heru dikutip dalam webinar Minggu (22/11/2020).
Heru menuturkan hal ini juga sebagai respons dalam menjaga sektor riil agar mampu berkembang di tengah hantaman pandemi. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi serta menjaga stabilitas sektor jasa keuangan.
“Dengan angka-angka yang begitu besar tentunya menjadi perhatian kita, bank-bank juga mengharapkan restrukturisasi ini bisa memberi ruang yang baik bagi bank menata cash flow dan debitur menata diri untuk bisa menghadapi pandemi ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Heru menyebut manfaat yang sudah dirasakan debitur atas restrukturisasi ini, salah satunya ada pada indikator kredit yang mulai tumbuh.
“Jika kami lihat posisi year to date (y-t-d) sampai Oktober atau pertengahan November ini, kredit kita memang masih terkontraksi, tapi ini sudah mulai ada bright side atau titik terang mulai menggeliat kembali,” jelasnya.
Sumber : Detik.com