Jakarta – Di balik indahnya kepulauan Indonesia, ada bencana yang mengintip. Ada cincin api vulkanik, mitigasi bencana jadi hal yang penting untuk mendukung pariwisata.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Pariwisata, Arief Yahya, dalam diskusi dan sosialisasi mitigasi bencana dengan tema ‘Be Aware, Prepare Before Traveling’, Rabu (27/02/2017) di AONE Hotel, Jakarta. Pariwisata Indonesia sendiri menjadi yang tercepat tumbuhnya di Asean.
“Pariwisata jadi penghasil devisa, pariwisata pertumbuhannya tercepat dan impact-nya besar,” ujar Arief Yahya.
Melihat tidak tercapainya target turis 2018, menurut Menpar juga menjadi efek dari bencana yang terjadi. Salah satunya adalah erupsi Gunung Agung.
“2017 tidak tercapai, kehilangan satu juta karena erupsi. Ini masalah persepsi bukan kondisi di lapangan,” lanjut Menpar.
Hal ini disebabkan dengan adanya travel advice dari negara-negara seperti China, Singapura sampai Australia. Padahal, wilayah Bali aman, hanya kawasan Gunung Agung yang tak boleh didekati. Itu pun memiliki radius tertentu.
“Bencana kapan saja bisa terjadi, tidak bisa diprediksi dan relatif tidak bisa dihindari. Tetapi yang terpenting kalau sudah terjadi, bagaimana mengatasinya? Untuk itu Kemenpar sudah membuat rencana mitigasi,” papar Menpar.
Ada beberapa tahapan penting yang dilakukan oleh Kemenpar dalam mitigasi bencana. Pertama adalah tahap tanggap darurat.
“Tahap tanggap darurat itu segera, menunda promosi dan mengambil kepercayaan industri. Ini tugas Kemenpar sehabis bencana,” tutur Menpar.
Menpar juga menambahkan bahwa kesalahan dalam memberikan informasi bisa menyebabkan terjadinya pembatalan kunjungan wisatawan. Kurangnya edukasi terhadap pemberitaan bencana pun kerap jadi masalah.
“Waktu Gunung Agung erupsi semua turis cancel, padahal Bali aman. Dalam radius 5-10 km dari Gunung Agung yang bahaya, selebihnya aman,” ujar Arief Yahya.